Jumat, 03 Juli 2009

Just Say, ”STOP” (inikah cinta???)

Ternyata telpon-telponan tiap hari itu megasyikkan juga. Apalagi yang telpon adalah seorang wanita/cewek/akhwat atau apapun sebutannya. Dari ujung telpon terdengar suara lembut, manja, lucu, dan ngangenin. Itulah tabiat laki-laki yang bergejolak hatinya. Tiap hari, ada saja hal yang diomongin. Dari hal sepele sampai hal yang tidak penting, tetapi semua itu menjadi berkesan dan membuat suasana jadi berwarna.

Mungkin itulah kondisi yang kualami beberapa hari ini. Kejadian ini bermula ketika beberapa hari setelah aku menjalani Diklat Kesamaptaan (sebulan bersama Kopassus). Setelah satu bulan lebih aku terkungkung dalam suasana yang tertekan, penuh keterbatasan, dan terikat pada peraturan. Hal ini berdampak pada kondisi hatiku juga, sehingga hati ini mengalami kefuturan. Sebulan tanpa ada komunikasi dengan pihak luar membuat kerinduan hati semakin mendalam. Rindu pada orang tua, teman, sahabat, dll.
Kerinduan pada orang tua dapat terobati ketika aku pulang kampung waktu pemilu kemarin. Alhamdulillah dapat libur 4 hari, lumayan bisa silaturahmi dengan keluarga di rumah.
Hari-hari itu ada seorang akhwat yang sering mengirim SMS ke Hpku. Isinya sih biasa aja, Cuma menanyakan kabar dan kesibukan. Dalam kondisi kefuturan dan kejenuhan setelah samapta, aku membalas semua SMS itu karena aku berpikir mungkin ini saatnya aku mengobati kekeringan hatiku. Siapa tahu aku bisa ngobrol dan curhat sama dia. Ternyata kesempatan ini dimanfaatkan syetan untuk terus menggodaku. Pada dasarnya akulah yang salah. Mungkin akhwat itu menganggap hal ini adalah hal biasa, tetapi aku menganggap ini adalah hal yang ”luar biasa”.

Awalnya kami Cuma saling kirim SMS saja. Terus berlanjut ke friendster dan facebook, dan akhirnya berbincang-bincang melalui telepon menjadi rutinitas.
Ketika telepon, kami ngobrol kesana-kemari membicarakan berbagai macam hal.
Suatu hari akhwat tadi meneleponku, dia ingin menceritakan suatu hal tentang masa laluku di SMA. Dia mengingatkanku pada pengalaman cintaku ketika SMA. Alhamdulillah, sebagai lelaki normal Allah Ta’ala mengaruniakan perasaan cinta kepadaku. Tetapi Allah masih melindungiku, sehingga aku tidak pernah menyatakan rasa cintaku kepada wanita itu. Karena aku yakin jika aku mencintai seseorang, aku berusaha untuk tidak menyatakannya kepada orang yang kucintai, tetapi akan kuceritakan kepada Maha Penguasa Hati. Karena dengan kehendakNya aku bisa meraih cinta yang suci, bukan cinta yang penuh dengan nafsu duniawi.

Pernah kukatakan pada diriku sendiri,”Wahai diri, jika kau mencintai seseorang, mengadulah kepada Allah, jangan kau mengadu kepada makhluk. Karena ini adalah masalah hati. Maka mintalah kepada Sang Maha Pemilik Hati.”

Dalam obrolan yang lain, kami lebih sering membuang waktu untuk pembicaraan yang kurang bermanfaat. Walaupun waktu terbuang, tetapi aku merasakan suatu nuansa kebahagiaan dalam hatiku. Entah apakah ini suatu anugerah ataukah suatu musibah. Aku masih sulit untuk membedakannya.

Tetapi ternyata aku terbuai dan terlena, jadwal harianku kacau balau. Aku lebih sering tidur larut malam yang berakibat susah bangun Tahajud. Kerjaan tidak tenang karena selalu menanti dering telepon dan nongkrong didepan komputer untuk mengecek comment di friendster dan facebook. Amalan-amalan harianku berantakan, kepekaan sosialku menurun, dan kegigihan berjuangku menjadi anjlok. Itulah kondisiku beberapa hari lalu.

Sampai suatu ketika, aku dihadapkan pada satu kondisi yang mengharuskan aku untuk bergerak cepat. Aku mendapat amanah menjadi sekretaris suatu kegiatan daurah/training. Alhamdulillah Allah masih memberiku kesempatan untuk berkontribusi untuk kepentingan ummat. Karena sudah lebih dari satu bulan aku tidak aktif dalam kegiatan-kegiataan seperti ini. Aku kangen dengan kesibukan ekstrakurikuler semasa kuliah. Walaupun waktu terbuang, tapi waktu itu habis untuk kegiatan yang bermanfaat. Bukan habis hanya untuk bersenda gurau yang tidak jelas.
Akhirnya Allah membuka kembali potensi dan militansiku yang sekian waktu telah terpendam.

Proposal yang ditolak, survei lokasi sampai ditangkap polisi (baru kali ini aku berani memelototi polisi dengan tatapan tajam, biasa, karena polisi itu minta hal yang aneh-aneh), di lokasi survei bertengkar sama monyet (dikejar sama monyet), dan lain-lain. Itulah beberapa kejadian yang mewarnai hariku. Walaupun kelihatannya sepele, hal itu sedikit membangkitkan motivasi perjuanganku.

Akhirnya pada suatu sore sepulang dari kantor aku memberanikan diri untuk menelepon akhwat tadi. Awalnya kami berbincang-bincang seperti biasa. Sampai ditengah perbincangan, Allah mengaruniakan ide untuk mengatakan sesuatu yang sebenarnya tidak aku rencanakan. Saat itu dengan nada datar dan sedikit santai aku mengatakan bahwa apa yang kami lakukan selama ini (saling telpon, chatting, SMSan) tidak baik untuk kesehatan kami. Mulai dari kesehatan telinga, kantong, sampai ke kesehatan hati. Dan kesehatan hati lah yang paling rawan, karena bisa mempengaruhi semua kehidupanku. Aku tidak menjelaskan berbagai macam hal tentang tata cara hubungan antara ikhwan dan akhwat. Karena aku yakin dia sudah tahu dan mengerti. Tetapi aku hanya mengatakan hal-hal prinsip yang dapat menyelamatkan kami berdua dari jurang fitnah dan kesia-siaan.
Aku tidak tahu apakah akhwat itu menangis atau tidak. Karena dulu aku juga pernah melakukan hal serupa, tetapi saat itu aku hanya berani mengungkapkannya melalui SMS. Dan hal itu sudah cukup untuk membuatnya menangis. Pada dasarnya aku tidak tahan melihat akhwat menangis, karena aku akan teringat kepada ibu dan kakak perempuanku.

Mengatakan hal tersebut memang berat dan butuh sedikit ”nekat” dan pemaksaan terhadap diri sendiri. Tapi Insya Allah hasil akan menghasilkan suatu ketenangan hati. Alhamdulillah, sesaat setelah kututup telepon itu, hatiku menjadi lebih tenang dan segar. Jiwaku yang semula terasa redup kini bersinar kembali. Aku bisa lebih PeDe berhadapan dengan kawan dan ikhwah yang lain. Karena beberapa hari ini aku malu jika bertemu mereka karena kondisi kefuturanku.

Aku melakukan hal itu karena berdasarkan pengalamanku juga. Aku mempunyai seorang teman kos. Dulu dia adalah seorang aktifis yang berprinsip. Tetapi setelah dia kenal dengan seorang cewek (bukan akhwat lho) dan dia terbuai, akhirnya segala macam prinsip yang dari dulu dia pegang lama-kelamaam luntur. Jadwal sholatnya berantakan, mulai jarang menghadiri kajian, tidak mengenal lagi batas pergaulan laki-laki perempuan, dan berbagai hal yang menyimpang dari prinsip keislaman.
Aku tidak ingin seperti itu. Akan menjadi sebuah penyesalan, jika kebiasan baik yang sudah kubangun sejak dahulu akan luntur dan hilang gara-gara hal yang sepele. Mumpung masih ada waktu, keberanian, dan kekuatan dari Allah, aku berusaha menyelamatkan diriku dan akhwat itu sedini mungkin agar perjalanan hidup ini tidak terwarnai oleh penyesalan yang diakibatkan karena kelalaian.

Astagfirullah al’adzim.....Ampunilah kelalaianku ya Allah...
Terima kasih Engkau masih menyelamatkan kami dari pintu kemaksiatan ini.... sebelum ajal menjemput kami...

Untuk ukhti _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
Engkau tidak bersalah, itu hanyalah kelalaian kita bersama.
Terima kasih atas cerita-ceritanya....
Terima kasih atas kenangannya...
Mohon maaf atas segalanya....

Mari kita ambil hikmahnya .... dan tetap jaga silaturahim kita....

“ ternyata Allah telah mengujiku melalui dirimu.....
dan mengujimu melalui diriku... “


Based on true story.....
Khoms, 210409

2 komentar:

e.i.dinazar mengatakan...

hmhmhmhm
ternyata mas khomsun pernah juga ngalamin kyk gtu
hehe
sama juga sih mas,,terutama awal2 masuk BC
kaget lah,tmn cow smua,tp lma2 sadar juga,mgkn ini cara Allah lindungi kita dr pergaulan yg g sesuai dgn cara Islam
keep posting,Sam

khomsun mengatakan...

Alhamdulillah Allah segera mengingatkan saat itu...

semoga bisa menjadi pelajaran bagi kita semua

Posting Komentar