Seperti biasa, kereta api ekonomi adalah salah satu guru terbaik dalam hidupku. Di dalamnya aku belajar mengenai penerapan ilmu yang telah kupelajari, terutama ilmu tentang kesabaran, keikhlasan, istiqomah, dll.
Setelah liburan di kampung halaman, aku balik ke Jakarta naik kereta api Brantas (kelas ekonomi). Cukup dengan Rp 39.000, sudah sampai Jakarta. Murah meriah.
Biasanya sih susah untuk dapat tempat duduk. Mungkin kali ini agak sepi, jadi masih kebagian tempat duduk, Alhamdulillah. Aku berangkat bersama dengan 3 orang teman, tapi tempat dudukku terpisah dengan mereka.
Sekitas pukul 15.00 Kereta api berangkat dari stasiun Madiun dan melaju menyusuri rel yang mengembang akibat terus-menerus tersengat terik sang mentari.
Stasiun Ngawipun sudah siap kami singgahi, kereta berhenti dan banyak penumpang baru yang masuk. lumayan penuh juga ni kereta. Aku masih sibuk dengan buku bacaan yang memang kusiapkan (ketika naik kereta biasanya kusiapkan buku untuk menemani perjalanan, biar tidak bosan).
Diantara penumpang yang baru naik, aku mengamati seorang laki-laki yang mengenakan baju gamis plus kopyah. Beliau menyambangi setiap tempat duduk, dengan santun beliau menanyakan apakah tempat duduk tersebut kosong atau tidak? Lama juga beliau mencari kursi yang masih kosong. Akhirnya beliau mendapatkan tempat duduk 2 kursi dibelakangku.
Perjalanan kembali seperti biasa kembali dan aku kembali melanglang buana, terbang bersama dengan buku bacaanku. Hingga mejelang pukul 18.00 (ketika waktu maghrib masuk) aku tersentak kaget. Saat itu hatiku benar-benar terpana dan kagum. Aku mendengar lantunan indah suara dari dalam gerbong kereta. Telingaku menangkap sebuah alunan nada penyejuk hati.
Allahu Akbar…Allahu Akbar….
Allahu Akbar…Allahu Akbar….
Asyhadu ala ilaha illallah….
Lantunan adzan menggema di gerbong kereta. Itu bukan suara tape atau suara radio, tetapi itu adalah suara asli manusia. Sumber suara berasal dari belakang tempat dudukku. Seketika itu aku menoleh kebelakang dan kudapati lelaki bergamis tadi berdiri kokoh sambil melantunkan adzan Maghrib. Hatiku langsung tergerak dan bertekad bahwa aku menjawab panggilan itu dan segera ikut sholat bersama dengan lelaki tadi.
Luar Biasa ………
selesai mengumandangkan adzan, lelaki tadi mengajak semua penumpang untuk melaksankan sholat maghrib sambil menjelaskan keutamaan sholat dan ancaman meninggalkan sholat. Dengan perasaan yang masih kagum aku segera bangkit dari tempat dudukku dan menghampiri beliau. Aku meminta izin untuk wudhu dulu, agar tidak ketinggalan sholat berjamaah bersama beliau.
Sekitar 10 menit beliau mengajak penumpang untuk sholat jamaah, tetapi yang berkenan memenuhi panggilan itu sungguh mencengangkan. Dari sekitar 100 orang dalam gerbong itu, yang bersedia memenuhi panggilan itu hanya sekitar 6 orang, dan Alhamdulillah kami (aku dan beberapa temanku) termasuk salah satunya.
Saat itu aku bingung, bagaimana kami akan sholat berjamaah. Tempat tidak memungkinkan dan pedagang asongan terus lalu lalang. Lelaki bergamis tadi ternyata sudah mengkondisikan suasana, beliau meminta kepada para pedagang asongan untuk tidak lewat selama pelaksanaan sholat. Dan pedagang asongan itu bersedia. Beliau lalu menggelar koran di lorong kecil diantara tempat duduk dan berdiri untuk mengimami sholat maghrib jamaah, sedangkan kami sebagai makmum hanya bisa duduk di kursi dibelakang beliau.
Terlepas dari perdebatan para ulama tentang sholat di kendaraan, saat itu aku merasakan sensasi yang luar biasa. Untuk pertama kalinya aku sholat berjamaah di dalam kereta api ekonomi. Ini adalah moment langka yang belum tentu bisa aku ulangi lagi. Yang jelas saat itu hatiku terbuai penuh kekaguman atas karunia Allah yang mempertemukan aku dengan sosok lelaki tangguh yang sangat gigih memperjuangkan perintah Illahi.
Suasana kereta saat itu memang cukup ramai, tapi aku tidak tahu bagaimana perasaan penumpang lain ketika kami melaksanakan sholat berjamaah. Apakah mereka tersentuh, cuek atau biasa aja. Hanya Allah yang mengetahui segala isi hati.
Setelah sholat maghrib jamaah dan dzikir secukupnya, kami berbincang-bincang tentang berbagai macam masalah. Akhirnya aku tahu bahwa lelaki itu bernama Mukhlis (klo tidak salah). Kami ngobrol masalah agama, dakwah, ibadah, kepedulian, dll. Untuk pertama kali juga aku merasakan suasana Liqo di dalam kereta api, yang secara teori tidak memungkinkan untuk melaksanakan hal itu. Banyak ilmu baru kudapatkan dari pengalaman-pengalaman dakwah baliau. Aku jadi tertantang untuk mempunyai semangat juang seperti beliau.
Akhirnya dengan sedikit malu, aku meminta izin untuk mengumandangkan adzan ketika isya nanti. Belilau langsung mengizinkanku. Wah, angin mana yang mendorongku untuk mengatakan hal itu. Semoga ini bersumber dari kekuatan yang Allah anugerahkan, dan bukan dari dorongan nafsu riya’.
Lima menit sebelum masuk waktu isya pak mukhlis mengingatkanku untuk adzan. Hatiku pun mulai deg-degan. Walaupun sudah pernah adzan di masjid, tetapi aku belum pernah mengumandangkan adzan di dalam tempat yang penuh dengan manusia dengan kesibukannya masing-masing. Bagaimana harus kumulai untuk membuka mulut ini.
Bagaimana perasaan penumpang lain, apakah mereka akan mengumpatku, menganggapku orang aneh, atau malah menganggapku sebagai pengganggu perjalanan mereka. Itulah bayangan-bayangan negative yang terlintas dalam pikiranku.
Akhirnya waktu isya sudah tiba. Aku menghela nafas dalam-dalam. Kucoba membuang rasa grogi ini. Dengan ucapan bismilah aku bangkit dari tempat dudukku dan berdiri untuk mengumandangkan adzan isya.
Hatiku kembali goyah ketika mataku menatap penumpang yang sibuk mengobrol dan pedagang asongan yang berlalu lalang sambil berteriak-teriak menawarkan dagangannya.
Dalam hati aku berpikir bahwa suaraku harus lebih lantang dari obrolan penumpang dan teriakan pedagang asongan. Karena saat itu aku akan menawarkan barang dagangan yang jauh lebih berharga, yaitu perdagangan dengan Allah untuk mengajak manusia melaksanakan ibadah pada Nya.
Kupejamkan mataku dan mulai kubuka mulutku…..
Allahu Akbar…Allahu Akbar….
Allahu Akbar….Allahu Akbar….
Asyhadu ala ilaha illallah…
Mataku masih terpejam, akuk tidak berani membuka mata karena takut melihat rona dan sikap penumpag lain yang mendengarkan suara adzanku.
Ketika melantunkan Hayya ‘alassholah…aku mulai berani membuka mata.
Ternyata sikap penumpang lain cuek-cuek saja. Hanya ada beberapa penumpang yang khusyu mendengarkan.
Alhamdulillah adzan selesai dikumandangkan. Sebuah sensasi luar biasa yang terjadi dalam hidupku. Pak Mukhlis kembali megajak penumpang dan pedagang asongan untuk sholat berjamaah.
Kamipun melaksanakan sholat Isya berjamaah. Setelah itu kami ngobrol sebentar dan aku minta didri untuk kembali ketempat dudukku.
Sungguh, hari itu adalah hari spesial dalam hidupku. Sebauah kenangan indah yang kan menjadi sebuah catatan manis dalam perjlanan usia ini. Semoga kejadian itu dapat menjadi salah satu ibadah yang dapat kubangga-banggakan ketika aku mengnhadap Allah Ta’ala di yaumul hisab nanti.
Semoga Allah mengaruniakan keberkahan kepada Pak Mukhlis yang telah berkenan memberikan ilmu dan pengalaman baru yang tak tergantikan.
Aku selalu berharap ketika naik kereta ekonomi, aku akan bertemu Pak Mukhlis- Pak Mukhlis yang lain.
Alhamdulillah, terima kasih ya Allah, Engkau mengajariku dengan cara yang sangat indah…..
Based on true story
Khoms 220409
Biasanya sih susah untuk dapat tempat duduk. Mungkin kali ini agak sepi, jadi masih kebagian tempat duduk, Alhamdulillah. Aku berangkat bersama dengan 3 orang teman, tapi tempat dudukku terpisah dengan mereka.
Sekitas pukul 15.00 Kereta api berangkat dari stasiun Madiun dan melaju menyusuri rel yang mengembang akibat terus-menerus tersengat terik sang mentari.
Stasiun Ngawipun sudah siap kami singgahi, kereta berhenti dan banyak penumpang baru yang masuk. lumayan penuh juga ni kereta. Aku masih sibuk dengan buku bacaan yang memang kusiapkan (ketika naik kereta biasanya kusiapkan buku untuk menemani perjalanan, biar tidak bosan).
Diantara penumpang yang baru naik, aku mengamati seorang laki-laki yang mengenakan baju gamis plus kopyah. Beliau menyambangi setiap tempat duduk, dengan santun beliau menanyakan apakah tempat duduk tersebut kosong atau tidak? Lama juga beliau mencari kursi yang masih kosong. Akhirnya beliau mendapatkan tempat duduk 2 kursi dibelakangku.
Perjalanan kembali seperti biasa kembali dan aku kembali melanglang buana, terbang bersama dengan buku bacaanku. Hingga mejelang pukul 18.00 (ketika waktu maghrib masuk) aku tersentak kaget. Saat itu hatiku benar-benar terpana dan kagum. Aku mendengar lantunan indah suara dari dalam gerbong kereta. Telingaku menangkap sebuah alunan nada penyejuk hati.
Allahu Akbar…Allahu Akbar….
Allahu Akbar…Allahu Akbar….
Asyhadu ala ilaha illallah….
Lantunan adzan menggema di gerbong kereta. Itu bukan suara tape atau suara radio, tetapi itu adalah suara asli manusia. Sumber suara berasal dari belakang tempat dudukku. Seketika itu aku menoleh kebelakang dan kudapati lelaki bergamis tadi berdiri kokoh sambil melantunkan adzan Maghrib. Hatiku langsung tergerak dan bertekad bahwa aku menjawab panggilan itu dan segera ikut sholat bersama dengan lelaki tadi.
Luar Biasa ………
selesai mengumandangkan adzan, lelaki tadi mengajak semua penumpang untuk melaksankan sholat maghrib sambil menjelaskan keutamaan sholat dan ancaman meninggalkan sholat. Dengan perasaan yang masih kagum aku segera bangkit dari tempat dudukku dan menghampiri beliau. Aku meminta izin untuk wudhu dulu, agar tidak ketinggalan sholat berjamaah bersama beliau.
Sekitar 10 menit beliau mengajak penumpang untuk sholat jamaah, tetapi yang berkenan memenuhi panggilan itu sungguh mencengangkan. Dari sekitar 100 orang dalam gerbong itu, yang bersedia memenuhi panggilan itu hanya sekitar 6 orang, dan Alhamdulillah kami (aku dan beberapa temanku) termasuk salah satunya.
Saat itu aku bingung, bagaimana kami akan sholat berjamaah. Tempat tidak memungkinkan dan pedagang asongan terus lalu lalang. Lelaki bergamis tadi ternyata sudah mengkondisikan suasana, beliau meminta kepada para pedagang asongan untuk tidak lewat selama pelaksanaan sholat. Dan pedagang asongan itu bersedia. Beliau lalu menggelar koran di lorong kecil diantara tempat duduk dan berdiri untuk mengimami sholat maghrib jamaah, sedangkan kami sebagai makmum hanya bisa duduk di kursi dibelakang beliau.
Terlepas dari perdebatan para ulama tentang sholat di kendaraan, saat itu aku merasakan sensasi yang luar biasa. Untuk pertama kalinya aku sholat berjamaah di dalam kereta api ekonomi. Ini adalah moment langka yang belum tentu bisa aku ulangi lagi. Yang jelas saat itu hatiku terbuai penuh kekaguman atas karunia Allah yang mempertemukan aku dengan sosok lelaki tangguh yang sangat gigih memperjuangkan perintah Illahi.
Suasana kereta saat itu memang cukup ramai, tapi aku tidak tahu bagaimana perasaan penumpang lain ketika kami melaksanakan sholat berjamaah. Apakah mereka tersentuh, cuek atau biasa aja. Hanya Allah yang mengetahui segala isi hati.
Setelah sholat maghrib jamaah dan dzikir secukupnya, kami berbincang-bincang tentang berbagai macam masalah. Akhirnya aku tahu bahwa lelaki itu bernama Mukhlis (klo tidak salah). Kami ngobrol masalah agama, dakwah, ibadah, kepedulian, dll. Untuk pertama kali juga aku merasakan suasana Liqo di dalam kereta api, yang secara teori tidak memungkinkan untuk melaksanakan hal itu. Banyak ilmu baru kudapatkan dari pengalaman-pengalaman dakwah baliau. Aku jadi tertantang untuk mempunyai semangat juang seperti beliau.
Akhirnya dengan sedikit malu, aku meminta izin untuk mengumandangkan adzan ketika isya nanti. Belilau langsung mengizinkanku. Wah, angin mana yang mendorongku untuk mengatakan hal itu. Semoga ini bersumber dari kekuatan yang Allah anugerahkan, dan bukan dari dorongan nafsu riya’.
Lima menit sebelum masuk waktu isya pak mukhlis mengingatkanku untuk adzan. Hatiku pun mulai deg-degan. Walaupun sudah pernah adzan di masjid, tetapi aku belum pernah mengumandangkan adzan di dalam tempat yang penuh dengan manusia dengan kesibukannya masing-masing. Bagaimana harus kumulai untuk membuka mulut ini.
Bagaimana perasaan penumpang lain, apakah mereka akan mengumpatku, menganggapku orang aneh, atau malah menganggapku sebagai pengganggu perjalanan mereka. Itulah bayangan-bayangan negative yang terlintas dalam pikiranku.
Akhirnya waktu isya sudah tiba. Aku menghela nafas dalam-dalam. Kucoba membuang rasa grogi ini. Dengan ucapan bismilah aku bangkit dari tempat dudukku dan berdiri untuk mengumandangkan adzan isya.
Hatiku kembali goyah ketika mataku menatap penumpang yang sibuk mengobrol dan pedagang asongan yang berlalu lalang sambil berteriak-teriak menawarkan dagangannya.
Dalam hati aku berpikir bahwa suaraku harus lebih lantang dari obrolan penumpang dan teriakan pedagang asongan. Karena saat itu aku akan menawarkan barang dagangan yang jauh lebih berharga, yaitu perdagangan dengan Allah untuk mengajak manusia melaksanakan ibadah pada Nya.
Kupejamkan mataku dan mulai kubuka mulutku…..
Allahu Akbar…Allahu Akbar….
Allahu Akbar….Allahu Akbar….
Asyhadu ala ilaha illallah…
Mataku masih terpejam, akuk tidak berani membuka mata karena takut melihat rona dan sikap penumpag lain yang mendengarkan suara adzanku.
Ketika melantunkan Hayya ‘alassholah…aku mulai berani membuka mata.
Ternyata sikap penumpang lain cuek-cuek saja. Hanya ada beberapa penumpang yang khusyu mendengarkan.
Alhamdulillah adzan selesai dikumandangkan. Sebuah sensasi luar biasa yang terjadi dalam hidupku. Pak Mukhlis kembali megajak penumpang dan pedagang asongan untuk sholat berjamaah.
Kamipun melaksanakan sholat Isya berjamaah. Setelah itu kami ngobrol sebentar dan aku minta didri untuk kembali ketempat dudukku.
Sungguh, hari itu adalah hari spesial dalam hidupku. Sebauah kenangan indah yang kan menjadi sebuah catatan manis dalam perjlanan usia ini. Semoga kejadian itu dapat menjadi salah satu ibadah yang dapat kubangga-banggakan ketika aku mengnhadap Allah Ta’ala di yaumul hisab nanti.
Semoga Allah mengaruniakan keberkahan kepada Pak Mukhlis yang telah berkenan memberikan ilmu dan pengalaman baru yang tak tergantikan.
Aku selalu berharap ketika naik kereta ekonomi, aku akan bertemu Pak Mukhlis- Pak Mukhlis yang lain.
Alhamdulillah, terima kasih ya Allah, Engkau mengajariku dengan cara yang sangat indah…..
Based on true story
Khoms 220409
8 komentar:
subhanalloh suka sekali dgn tulisan ini simpel namun mengena...
ikut merasakan ke-grogian akh khomsun...
ada masukan:
salah ketik 'melanglang buan'= 'melanglang buana'
lalu, baiknya jam 6.00---> ane fikir jam 6 pagi
mending 18.00 wib atau jam enam sore
jazakallah koreksinya....
segera diperbaiki
subhanallah,,
sayangnya saya belum pernah ketemu dgn pak muklis macam itu.palingan ya kedengaran adzan di masjid pinggir rel yang terlewati kereta, dan shotalnya sendiri2
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/e/ef/Shinkansen_700T.jpg
@anonim :
wah, ane mah belum pernah naik shinkansen.
kapan2 pengen maen ke jepang ah
sya saksi mata atas cerita ini,dan slah stu diAntara jmaah itu.q kelingan smpe jtuh air mta mass..
seingetQ nmaNy bkan mukhlis,tp sprti nma orang jawa.q jg lupa.memang bgtu luar biasa smngatNy dlm dakwah.
q prnah brtmu dgn orang sprti itu,dr klangan jmaah *******.yg byasa dauroh di msjid kebun jeruk.mz damar insyaAllah lbih tau..:)
Posting Komentar