Suatu pagi seorang ibu dengan pakaian necis keluar dari mobilnya lalu menghampiri penjual gorengan.
“Bang, gorengannya sepuluh ribu aja”. Penjual gorenganpun segera melayani ibu tadi. “Ini Bu, gorengannya”.
“Bang, kok ga di kasih tambahan?” kata ibu tadi
”Masa beli sepuluh ribu tidak ada bonusnya?” lanjut ibu dengan sedikit memaksa
Akhirnya abang penjual gorengan memasukkan dua buah gorengan lagi ke dalam kantong plastik ibu tersebut.
.......................................
Suatu hari ibu tadi bersama anak2nya makan siang di KFC. Mereka makan siang dengan lahap dan nikmatnya. Selesailah acara makan siang mereka dengan gembira. Lalu ibu itu meminta bon. Terpampanglah jumlah Rp 92.000,-. Dikeluarkannya uang Rp 100.000,-. Ketika pelayan mau memberikan uang kembalian, ibu itu berkata, ”Kembaliannya buat Mbak aja.” lalu mereka pulang meninggalkan restoran cepat saji.
......................................
......................................
Di sebuah pasar yang lumayan kurang bagus di pinggiran kota, seorang ibu berkeliling bersama pembantunya. Satu demi satu kios mereka sambangi. Jalan yang becek, bau tak sedap, dan desak-desakan orang mereka lalui. Di setiap kios mereka bertanya tentang harga dan menawar dengan harga yang rendah-rendahnya. Bahkan sering diiringi dengan kata-kata yang merendahkan barang jualan. Selisih harga Rp 500,- aja, bisa-bisa ibu tadi keliling pasar berkali2 untuk cari yang paling murah.
”Masa, jeruk seupil (kecil) aja harganya mahal amat!” kata seorang calon pembeli. Itulah salah satu contoh yang sering terjadi di pasar tradisional tersebut.
Jika penjualnya sedikit cerdas, maka penjual itu akan menjawab,”Jika ibu punya upil segede jeruk ini, saya akan belil dengan harga 10 kali lipat!” (mungkin aja bisa masuk rekor MURI)
.......................................
Pekan depannya, ibu dan pembantunya tadi berbelanja ke supermarket. Mereka berkeliling mencari bahan-bahan yang mereka butuhkan. Di supermarket itu, harga tiap barang sudah tertulis dengan jelas. Jika dilihat-lihat sebagian besar harga di supermarket itu lebih mahal dari pada harga di pasar tradisional.
Tetapi anehnya ibu tadi tidak menawar secara membabi buta seperti yang dia lakukan di pasar tradisional. Bahkan dengan rela hati beliau membayar apa yang beliau beli (walaupun harganya lebih mahal). Jeruk kecilpun (seupil) beliau bayar dengan harga yang lebih mahal.
.........................................
.........................................
Sore itu dipinggir jalan depan Pusdiklat Bea dan Cukai, tampaklah seorang laki-laki dengan serang biru tua sedang menunggu bajai. Tak berapa lama lewatlah bajai pertama.
”Bang, ke jatinegara berapa?”tanya laki-laki itu.
”Biasa pak, Rp 15.000,-.”jawab supir bajai.
”Ah, mahal amat Rp 7.000,- aja.” Tawar laki-laki dengan wajah seilah-olah tak butuh.
”Wah, tidak bisa pak. Rp 10.000, ya!” kata supir bajai lagi.
Akhirnya tidak ditemuilah kesepakatan. Dan berlalulah supir bajai tersebut.
Datanglah bajai kedua. Hasilnya tawar-menawar yang tidak mencapai kesepakatan.
Begitu pula dengan bajai ketiga.
Laki-laki itupun dongkol, karena tidak juga mendapatkan bajai
Lewatlah bajai keempat, tawar-menawarpun terjadi lagi. Tetapi dengan berat hati, laki-laki tersebut menaiki bajai walaupun dengan sedikit tidak rela karena harus membayar Rp 9.000,-
Sesampai di jatinegara, laki-laki tadi membayar dengan uang Rp 10.000,-.
Ternyata tukang bajai itu tidak punya uang kembalian. Dengan teguh, laki-laki tadi menunggu supir bajai menukar uang untuk memberikan kembalian sebesar Rp 1000,-. Dan berpisahlah mereka berdua dengan kesan masing-masing.
.......................................
Pekan depannya, laki-laki tadi juga ingin pergi jatinegara lagi. Seperti biasa, dia menunggu di depan Pusdiklat Bea dan Cukai. Kali ini dia bersama teman kantornya.
Laki-laki itu langsung mendatangi sebuah taksi yang sedang parkir di ujung jalan.
“Pak, ke Jatinegara” kata laki-laki itu pada supir taksi.
Melajulah taksi itu dengan santai, karena jalanan yang lumayan padat.
Akhirnya sampailah taksi itu di depan Stasiun Jatinegara.
Di argometer terlihat jelas angka Rp 22.000,-.
Laki-laki itu mengeluarkan uang Rp 25.000,- lalu memberikannya pada supir taksi.
”Udah Pak, kembaliannya ambil aja.”
Berpisahlah mereka di keramaian jalanan Jatinegara.
................................
................................
................................
Pernahkah kita mengalaminya????
Manakah sebenarnya yang harus kita prioritaskan ???
Suatu hari ibu tadi bersama anak2nya makan siang di KFC. Mereka makan siang dengan lahap dan nikmatnya. Selesailah acara makan siang mereka dengan gembira. Lalu ibu itu meminta bon. Terpampanglah jumlah Rp 92.000,-. Dikeluarkannya uang Rp 100.000,-. Ketika pelayan mau memberikan uang kembalian, ibu itu berkata, ”Kembaliannya buat Mbak aja.” lalu mereka pulang meninggalkan restoran cepat saji.
......................................
......................................
Di sebuah pasar yang lumayan kurang bagus di pinggiran kota, seorang ibu berkeliling bersama pembantunya. Satu demi satu kios mereka sambangi. Jalan yang becek, bau tak sedap, dan desak-desakan orang mereka lalui. Di setiap kios mereka bertanya tentang harga dan menawar dengan harga yang rendah-rendahnya. Bahkan sering diiringi dengan kata-kata yang merendahkan barang jualan. Selisih harga Rp 500,- aja, bisa-bisa ibu tadi keliling pasar berkali2 untuk cari yang paling murah.
”Masa, jeruk seupil (kecil) aja harganya mahal amat!” kata seorang calon pembeli. Itulah salah satu contoh yang sering terjadi di pasar tradisional tersebut.
Jika penjualnya sedikit cerdas, maka penjual itu akan menjawab,”Jika ibu punya upil segede jeruk ini, saya akan belil dengan harga 10 kali lipat!” (mungkin aja bisa masuk rekor MURI)
.......................................
Pekan depannya, ibu dan pembantunya tadi berbelanja ke supermarket. Mereka berkeliling mencari bahan-bahan yang mereka butuhkan. Di supermarket itu, harga tiap barang sudah tertulis dengan jelas. Jika dilihat-lihat sebagian besar harga di supermarket itu lebih mahal dari pada harga di pasar tradisional.
Tetapi anehnya ibu tadi tidak menawar secara membabi buta seperti yang dia lakukan di pasar tradisional. Bahkan dengan rela hati beliau membayar apa yang beliau beli (walaupun harganya lebih mahal). Jeruk kecilpun (seupil) beliau bayar dengan harga yang lebih mahal.
.........................................
.........................................
Sore itu dipinggir jalan depan Pusdiklat Bea dan Cukai, tampaklah seorang laki-laki dengan serang biru tua sedang menunggu bajai. Tak berapa lama lewatlah bajai pertama.
”Bang, ke jatinegara berapa?”tanya laki-laki itu.
”Biasa pak, Rp 15.000,-.”jawab supir bajai.
”Ah, mahal amat Rp 7.000,- aja.” Tawar laki-laki dengan wajah seilah-olah tak butuh.
”Wah, tidak bisa pak. Rp 10.000, ya!” kata supir bajai lagi.
Akhirnya tidak ditemuilah kesepakatan. Dan berlalulah supir bajai tersebut.
Datanglah bajai kedua. Hasilnya tawar-menawar yang tidak mencapai kesepakatan.
Begitu pula dengan bajai ketiga.
Laki-laki itupun dongkol, karena tidak juga mendapatkan bajai
Lewatlah bajai keempat, tawar-menawarpun terjadi lagi. Tetapi dengan berat hati, laki-laki tersebut menaiki bajai walaupun dengan sedikit tidak rela karena harus membayar Rp 9.000,-
Sesampai di jatinegara, laki-laki tadi membayar dengan uang Rp 10.000,-.
Ternyata tukang bajai itu tidak punya uang kembalian. Dengan teguh, laki-laki tadi menunggu supir bajai menukar uang untuk memberikan kembalian sebesar Rp 1000,-. Dan berpisahlah mereka berdua dengan kesan masing-masing.
.......................................
Pekan depannya, laki-laki tadi juga ingin pergi jatinegara lagi. Seperti biasa, dia menunggu di depan Pusdiklat Bea dan Cukai. Kali ini dia bersama teman kantornya.
Laki-laki itu langsung mendatangi sebuah taksi yang sedang parkir di ujung jalan.
“Pak, ke Jatinegara” kata laki-laki itu pada supir taksi.
Melajulah taksi itu dengan santai, karena jalanan yang lumayan padat.
Akhirnya sampailah taksi itu di depan Stasiun Jatinegara.
Di argometer terlihat jelas angka Rp 22.000,-.
Laki-laki itu mengeluarkan uang Rp 25.000,- lalu memberikannya pada supir taksi.
”Udah Pak, kembaliannya ambil aja.”
Berpisahlah mereka di keramaian jalanan Jatinegara.
................................
................................
................................
Pernahkah kita mengalaminya????
Manakah sebenarnya yang harus kita prioritaskan ???
1 komentar:
yang saya tangkep,,kadang kita sering mendzolimi orang2 kecil,karena mereka tampak begitu lemah dan remeh.dan kadang kita memenangkan ego dan gengsi kita, hanya karena penampilan. suatu ironi,,,
Posting Komentar