Jumat, 03 Juli 2009

asmo kulo "IMAN"

Langit cerah menghiasi hari itu. Angin sepoi-sepoi menerpa wajah-wajah imut anak-anak yang sedang bermain di halaman masjid. Nuansa cerah, sejuk, santai terpancar dari wajah mereka. Sorot mata yang tajam, tulus, dan bersahaja menghiasi dua bola mata yang jernih dan bercahaya itu. Rona wajah dan sorot mata seperti itu sangat jarang kita temukan pada orang-orang dewasa. Entah kenapa, ketika kecil kita punya rona wajah indah dan mata bercahaya, tapi setelah dewasa seakan-akan keindahan itu hilang dan musnah, berganti dengan kemuraman, sendu, dan tekanan.
Mungkin itulah proses dalam perjalanan hidup. Banyak dosa, kesalahan, dan kemaksiatan mengiringi proses kedewasaan ini. Siapa yang salah? Tanyakan pada sesosok wajah yang tampak di balik kejernihan air yang tenang.
…………………………………………………………
Di tengah keriangan mereka, tiba-tiba ada seorang laki-laki datang dan langsung menyapa. “Assalamu’alaikum adik?” laki-laki tadi menyapa salah seorang anak kecil
“Siapa nama kamu?” Tanya laki-laki itu lagi yang ternyata adalah guru ngaji mereka (TPA).
”Wa’alaikum salam Paman, nama saya IMAN.” Jawab anak kecil dengan nada khas yang agak cadel.

”Apa kabarmu hari ini IMAN?”
”Alhamdulillah baik, Paman.”, kata ibuku kalau ada yang menanyakan kabar, maka harus dijawab dengan Alhamdulillah dulu. Karena .... apa ya? Ah, saya lupa paman..!!
Laki-laki tadi mengeluarkan sebungkus kue dan permen dari tasnya. Dikumpulkannya anak-anak kecil itu di bawah pohon rindang dan dibagi-bagikan kue itu.
”Iman, tolong kesini, coba ceritakan pengalaman adik kepada teman-teman, yang lain harus mendengarkan ya!”
Dengan polos anak kecil itu bercerita tentang kesehariannya, sedangkan teman-temannya mendengarkan sambil asyik menikmati kue dan permen.

Dengan wajah imut dan sedikit malu-malu, anak kecil itu mulai membuka pembicaraannya.

Teman-teman, perkenalkan nama saya Iman. Saat ini saya masih dalam proses pertumbuhan dan perbaikan diri. Tolong dengarkan cerita saya ya!

Saya mempunyai seorang ibu yang baik.
Setiap hari ibu selalu memberi saya makan lima kali sehari.
Yang pertama saya selalu makan dengan nasi SHUBUH, itu waktunya pagi-pagi sekali, yang saya ingat waktunya sebelum matahari terbit.
Biasanya siang hari perut saya sudah lapar lagi. Makanya ibu memberi makan dengan menu Dzuhur. Tidak berapa lama ibu memberi saya kue ASHAR ketika saya lelah bermain-main.
Setiap petang ibu selalu menyuruh saya pulang dan bersih-bersih badan. Habis itu waktu yang saya tunggu-tunggu tiba. Menu Maghrib kesukaan saya siap disantap.
Belum puas dengan menu itu beberapa saat kemudian ibu memberi saya Nutrisi Isya’.
Ibu saya sungguh baik. Dia selalu menyiapkan tepat waktu. Jadi saya selalu memakannya di awal waktu dan secara bersama-sama (Jamaah)
Itulah makanan saya setiap hari. Jika satu saja terlewat atau lupa maka tubuh saya akan sakit. Tubuh saya lemas dan tidak punya tenaga. Karena itu semua adalah makanan pokok saya.
Untuk menambah energi dan mempercepat pertumbuhan selain makanan pokok itu, ibu juga memberikan makanan pembuka dan penutup sebelum dan setelah makanan pokok. Menunya enak sekali yaitu Puding Rawatib. Wah kalau sudah nyobain, pasti ketagihan. Puding itu untuk menyempurnakan makanan pokok saya. Karena ketika makan, saya sering nakal dan tidak khusyu’, jadi gizi yang ada pada makanan pokok itu tidak bisa masuk semuanya, makanya ibu memberi saya puding yang enak sekali.

Saya mempunyai 30 teman yang senantiasa saya kunjungi secara bergantian setiap hari. Teman-teman saya itu bermarga JUZ yang merupakan bagian dari keluarga besar Qur’an. Setiap hari saya mengunjungi satu JUZ. Melalui dialah saya bisa mendapat ilmu baru, nasihat-nasihat dan petunjuk yang tidak bisa kudapatkan dari yang lain.

Setiap pagi saya selalu menantikan indahnya matahari. Ketika matahari sudah sepenggalah, datanglah paman Dhuha mengajakku bersua. Biasanya 2,4,6,atau 8 kali. Sungguh paman Dhuha mampu memberikan kehangatan dalam diriku.

Selain paman Dhuha saya juga mempunyai tetangga bernama bibi Infak. Setiap hari bibi Infak juga selalu menghampiriku. Bibi Infak mengajakku untuk bermain dengan anak-anak yang kurang mampu. Kata bibi saya juga harus memperhatikan dan membantu mereka. Saya juga tidak boleh mengejek mereka karena mereka adalah saudara kita juga. Betapa nikmatnya ketika saya bisa berbagi dan bermain dengan mereka.

Itulah keseharianku. Tetapi sebentar ada yang terlupa.
Oya, saya hampir lupa.
Setiap malam ketika saya tidur, saya sering tidur bersama kakak Tahajud. Kakak sering membangunkanku untuk mengingat kembali apa saja yang telah saya lsayakan seharian ini. Tetapi saya bingung. Kakak tahajud sering menangis, sayapun jadi ikut menangis. Walaupun menangis, setelah bercengkerama dengan kakak tahajud tubuhku menjadi segar dan bersemangat.

Itulah keseharian saya. Saya merasa sangat beruntung mempunyai ibu, paman, bibi, kakak, dan teman yang selalu memberikan hal-hal yang sangat berguna dalam diri saya. Makanya sekarang saya menjadi sehat dan tidak mudah sakit. Kata ibu, jika teman-teman ingin sehat, maka contohlah keseharianku.
Karena saya masih kecil sayapun sering kembang dan kempis. Saya berkembang jika saya senantiasa melaksanakan perintah ibu, paman, bibi, dan kakakku. Tetapi saya akan mengempis jika saya meninggalkannya.

Anak kecil itu lalu berdoa
”Ya Allah tolonglah saya dan teman-teman saya, ya Allah !!!
”Hanya Engkau yang bisa menolong kami”
”Amin”

Lalu dengan suara lantang dia berteriak ”SAYALAH IMAN”

0 komentar:

Posting Komentar