Bila kisah cinta Romeo dan Juliet adalah legenda jaman kuno, maka kisah cinta ini adalah legenda jaman modern. Tetapi jangan bayangkan kisah cinta mereka penuh dengan romantisme dan air mata. Kisah mereka adalah nyata, membumi, namun tetap penuh keajaiban.
Pada satu saat, sekitar empat puluh tahun lalu di sebuah negeri bernama Hungaria, hiduplah Laszlo, seorang psikolog muda yang penuh dengan mimpi.
Laszlo menghabiskan sebagian masa mudanya dengan menyelidiki biografi ratusan intelektual kelas dunia, dan tiba pada kesimpulan bahwa kebesaran mereka adalah buah kerja keras dan bukan bakat bawaan; dan kerja keras tersebut dimulai sedini mungkin.
Berbekal pengetahuan baru yang diperolehnya tersebut, dia berusaha menjual idenya, termasuk ke pemerintah dan sekolah-sekolah di Hungaria. Bila idenya diterapkan sebagian saja dalam sistem pendidikan di Hungaria, negara tersebut akan menghasilkan banyak bakat-bakat besar, demikian garis besar argumennya.
Untuk menjual idenya ke kalangan lebih luas, dia juga menulis buku Bring Up Genius!
Namun bukanlah hal yang mudah untuk mengajak orang lain berubah. Saran Laszlo kebanyakan masuk telinga kanan, keluar telinga kiri. Tentu saja, Laszlo bukanlah Laszlo bila dia cepat berputus asa. Kisah dongeng harus berakhir bahagia.
Dia adalah seorang pemimpi dan dia tahu arti kata ‘ketekunan.’ Bila tidak ada yang bersedia mencoba idenya, dia akan melakukan eksperimen sendiri dengan anak-anaknya. Tetapi masalahnya cuma satu: Dia masih bujangan dan untuk melakukan eksperimen tersebut, dia jelas-jelas membutuhkan seorang istri. Tidak, Laszlo tidak jelek. Percayalah, dia pasti bisa mendapatkan banyak calon istri bila dia mau. Namun, dia yang dia butuhkan bukanlah sembarang istri, tetapi istri yang memiliki mimpi yang sama dengannya.
Maka dia pun memulai pencariannya melalui surat menyurat. Kala itu, korespendensi antara sesama penduduk negara komunis Eropa Timur adalah hal yang lazim untuk memperluas wawasan.
Dia menulis surat-surat dengan penuh gairah yang menyala-nyala, tetapi gairah tersebut bukanlah gelora cinta yang dibungkus dengan rayuan sehidup semati, melainkan gairah terhadap cita-citanya menghasilkan anak-anak yang unggul dan berprestasi dunia.
Dengan rinci dia mengutarakan teorinya dengan harapan setidaknya ada satu dua wanita yang tertarik.
Jelas tidak semua wanita tergetar dengan gairah yang bisa dianggap salah tempat tersebut. Beberapa mungkin langsung berhenti membalas suratnya.
Tetapi untung saja ada seorang Klara, seorang guru bahasa asing di Ukraina (waktu itu bagian dari Uni Soviet). Membaca surat-surat Laszlo yang penuh semangat, Klara tergelitik.
Tak lama kemudian, bertemulah mereka. Di hadapan Klara, berdiri seorang pria yang gagah dan bersemangat yang segera meluluhkan hati Klara. Sebuah kisah cinta abadi bermula; abadi karena apa yang akan dicapai oleh Laszlo dan Klara akan membuka mata dunia.
Maka pada tanggal 19 April 1967, Laszlo menikahi Klara. Dua tahun kemudian, 19 April 1969, lahirlah putri pertama mereka. Kedua suami istri tersebut mulai berpikir bidang apa yang hendak mereka ajarkan pada anak tersebut.
Tujuan mereka hanya satu: Menunjukkan pada dunia bahwa mereka bisa melatih seorang anak menjadi ahli kelas dunia. Agar eksperimen tersebut tidak diragukan hasilnya, mereka mencari hasil yang benar-benar spektakuler, obyektif, dan sulit digugat. Akhirnya mereka menemukannya bidang yang sesuai untuk melatih putri mereka: Catur!
Catur tak bisa dipungkiri lagi adalah bidang olah raga yang hasilnya bisa diukur secara obyektif.
Tidak seperti olah raga kelompok seperti bola voli atau bola basket, pencapaian pada catur dinilai berdasarkan prestasi perorangan. Catur mengenal sistem pemeringkatan berdasarkan hitungan matematis yang disebut ELO rating, sebuah sistem pemeringkatan yang sangat obyektif yang jarang dimiliki olah raga lain. Catur adalah dunia yang selama ini didominasi oleh kaum pria, sehingga bila ada seorang wanita yang mampu menembus dominasi tersebut, semua orang pasti akan terkejut. Sementara untuk bidang lainnya seperti sastra, atau musik, penilaiannya bersifat subyektif dan orang-orang masih bisa berdebat apakah sebuah pencapaian di bidang seni sudah mencapai taraf dunia atau belum.
Tekanan ekonomi di bawah rejim komunis dan gaji kecil Laszlo sebagai seorang guru juga menjadi salah satu alasan mereka memilih catur. Catur tidak membutuhkan biaya besar. Dan yang tak kalah pentingnya: Kedua suami istri tersebut bukanlah pemain catur profesional.
Meskipun menyukai catur, kemampuan catur Laszlo biasa-biasa saja. Klara? Dia malah tidak bisa bermain catur sama sekali. Dengan semua latar belakang tersebut, bila anak perempuan mereka sukses di bidang catur, orang-orang tidak bisa menganggapnya sebagai bakat bawaan dari orang tua. Bila mereka memilih bidang akademis seperti matematika atau fisika (yang juga didominasi kaum pria), orang lain tetap bisa berargumen bahwa itu adalah bakat turunan (karena Laszlo adalah seorang guru matematika).
Maka, selama beberapa tahun berikutnya, suami istri tersebut rajin mengumpulkan buku-buku catur dan belajar dari sana; dan untuk kemudian mengajarkan ke anak perempuan mereka. Demi menunjukkan betapa seriusnya mereka, anak tersebut hanya disekolahkan di rumah.
Mereka hanya pasang target untuk pendidikan sekolah anaknya: bisa lulus ujian nasional dengan nilai secukupnya. Mayoritas waktu si kecil dihabiskan untuk belajar catur, catur, dan catur. Sebelum usianya yang keempat, si anak sudah terbiasa berlatih catur dengan disiplin beberapa jam setiap harinya.
Pada usianya yang kelima, anak tersebut diikutkan di kompetisi catur lokal. Saking kecilnya, ketika duduk bertanding, dia tidak bisa melihat permukaan meja catur. Lawan-lawan si kecil rata-rata umurnya dua kali dari dia. Tetapi itu tidak membuat si anak berkecil hati. Sebuah pertunjukan spektakuler memukau para penonton dan pengamat. Anak tersebut bukan saja memenangkan kompetisi sepuluh babak tersebut, tetapi dia berhasil mengumpulkan nilai sempurna: 10 dari 10 kali pertandingan. Seorang bakat telah lahir, bukan dari keturunan, tetapi dari hasil latihan!
Tanggal 2 November 1974, anak perempuan kedua lahir; dan menyusul si bungsu, juga seorang anak perempuan, pada tanggal 23 Juli 1976.
Eksperimen diteruskan ke kedua anak gadis tersebut. Saat mereka sudah bisa merangkak, sebagai ganti boneka, kedua anak tersebut diberikan mainan buah catur. Setiap hari mereka sekeluarga berkumpul bersama sambil menyaksikan si sulung berlatih. Begitu mereka sudah siap, si anak tengah dan anak bungsu diajak berlatih bermain catur dengan intensitas yang sama seperti si sulung.
Apa yang terjadi dengan ketiga gadis tersebut? Kita mulai dari si sulung terlebih dahulu: Pada usia 12 tahun, dia menjadi juara dunia wanita untuk kelompok umur 16 tahun. Dua tahun kemudian, dia menjadi pemain catur wanita nomor satu dunia. Di tahun 1991, dia menjadi gelar Grandmaster catur. Dia lalu berhasil menjadi juara dunia wanita selama empat tahun, dan lima kali mengantarkan negaranya meraih medali emas Olimpiade Catur Wanita. Dia juga berhasil menjadi satu-satunya orang dalam sejarah (baik pria mau pun wanita) yang meraih tiga jenis juara dunia sekaligus (catur kilat, catur cepat, dan catur klasik). Sayangnya, pada tahun 1986 dia dilarang bermain di Kejuaraan Dunia Catur Pria, walau pun dia sudah berhasil lolos babak penyisihan.
Sementara si anak tengah di usia lima tahun berhasil menjuarai Kejuaraan Nasional Hungaria KU-11, dan medali emas Kejuaraan Dunia Wanita KU-14 enam tahun kemudian. Dia juga ikut berjasa memenangkan medali emas Olimpiade Catur Wanita untuk Hungaria, bahu membahu dengan saudarinya, dengan mengalahkan regu Rusia yang dianggap sebagai favorit. Pencapaian terbesarnya adalah di sebuah kejuaraan di Roma, di mana dia secara berturut-turut berhasil membantai delapan Grandmaster pria. Seorang pengamat catur berkomentar, “Peluang terjadinya hal yang sama adalah satu milyar berbanding satu.” Bahkan juara dunia pria sulit melakukan hal semacam itu.
Dan bagaimana dengan si bungsu? Tak mau kalah, si bungsu meraih juara dunia catur KU-12 untuk pria dan wanita (pertama kali seorang wanita berhasil melakukannya). Pada usia lima belas tahun empat bulan, si bungsu berhasil menjadi grandmaster catur termuda dalam sejarah, bahkan mengalahkan usia legenda catur seperti Bobby Fischer dan Garry Kasparov ketika meraih gelar serupa. Dia menempati peringkat pertama catur wanita dunia selama lebih dari sepuluh tahun dan selama karirnya berhasil mengalahkan para juara dunia pria seperti Garry Kasparov, Anatoly Karpov, dan Viswanathan Anand. Sejauh ini, dialah pecatur wanita terkuat dalam sejarah umat manusia. Saking dominannya si bungsu di dunia catur wanita, dia lebih suka bermain di turnamen khusus pria karena dia sudah tidak menemui tantangan berarti lagi di turnamen wanita.
Bagi Anda mengikuti perkembangan dunia catur, Anda tentu sudah mengenal mereka. Ya, merekalah Polgar bersaudari. Susan (sulung), Sofia (tengah), dan Judit (bungsu). Mimpi dan kerja keras Laszlo menjadi kenyataan. Dia berhasil membuktikan dengan sukses bahwa juara kelas dunia bisa dihasilkan melalui latihan terencana, dan bukan karena bakat.
Keberhasilan ketiga bersaudari Polgar, yang sering dijuluki Polgaria tersebut, tentunya mampu membuktikan banyak hal. Sama menariknya, di sisi lain, ketidakberhasilan mereka juga bercerita tentang sesuatu. Dari ketiganya, prestasi anak tengah termasuk yang paling biasa (dialah satu-satunya saudari yang tidak berhasil meraih gelar grandmaster), sementara si bungsu paling cemerlang. Penjelasan untuk perbedaan tersebut sungguh sederhana: Sofia memang tidak serajin dua saudarinya walau para analis yang mengikuti perkembangan ketiga ratu catur tersebut setuju Sofia sebenarnya yang paling berbakat.
Sebaliknya, seperti penuturan Susan, Judit bukanlah yang paling berbakat dan memulai paling lambat, tetapi dia adalah pekerja paling keras, Selain itu, ada satu penjelasan lain yang tak kalah pentingnya: Ketika melatih Judit, Laszlo yang sudah melatih ribuan jam juga sudah berhasil menjadi pelatih catur kelas dunia. Teknik-teknik latihannya sudah lebih sempurna sehingga Judit mendapatkan materi latihan yang lebih berkualitas (pentingnya kualitas pelatih akan dibahas kemudian).
Judit sendiri, meski pernah berhasil masuk 8 besar dunia berdasarkan ranking pecatur pria, tidak berhasil menjadi juara dunia pria. Hal itu tidak perlu diherankan karena para pemain catur pria, terutama dari negara-negara bekas Uni Soviet, juga sudah belajar dari kecil, dengan para pelatih kelas dunia (dan beberapa di antaranya bekas juara dunia), dengan dukungan penuh dari pemerintah.
Dengan kata lain, kualitas latihan mereka lebih baik dari yang bisa diberikan seorang Laszlo Polgar. Sebagai wanita, Polgar bersaudari juga sulit menghindar dari hakikat mereka. Setelah mereka menikah dan melahirkan anak, konsentrasi mereka mulai terpecah. Susan dan Sofia malah sudah absen dari dunia catur semenjak berkeluarga. Hanya Judit yang masih terus bermain, namun sempat cuti karena hamil.
***
Apakah semua mimpi Laszlo sudah tercapai? Kelihatannya demikian. Tetapi sebenarnya dia masih menyimpan seonggok bara di dalam dirinya. Sekitar dua puluh tahun lalu, seorang milyuner Belanda, Joop van Oosterom, menghadap Laszlo dengan sebuah tantangan: Bagaimana bila Laszlo mengulangi kembali eksperimennya, namun kali ini dengan mengambil tiga anak laki-laki dari dunia berkembang. Besarkan mereka sebagaimana mereka membesarkan ketiga ratu catur tersebut. Ciptakanlah tiga raja catur baru. Bila dia berhasil, dunia akan semakin yakin.
Laszlo tergelitik, tetapi sayangnya Klara yang biasanya diam, menentang keras. Klara berpendapat hidup tidak hanya melulu tentang catur dan dia mungkin benar. Namun bara tersebut belum padam sama sekali. Sesekali, Laszlo masih tergoda dengan tawaran tersebut…
by
http://itpin.orangenexus.com
Berbekal pengetahuan baru yang diperolehnya tersebut, dia berusaha menjual idenya, termasuk ke pemerintah dan sekolah-sekolah di Hungaria. Bila idenya diterapkan sebagian saja dalam sistem pendidikan di Hungaria, negara tersebut akan menghasilkan banyak bakat-bakat besar, demikian garis besar argumennya.
Untuk menjual idenya ke kalangan lebih luas, dia juga menulis buku Bring Up Genius!
Namun bukanlah hal yang mudah untuk mengajak orang lain berubah. Saran Laszlo kebanyakan masuk telinga kanan, keluar telinga kiri. Tentu saja, Laszlo bukanlah Laszlo bila dia cepat berputus asa. Kisah dongeng harus berakhir bahagia.
Dia adalah seorang pemimpi dan dia tahu arti kata ‘ketekunan.’ Bila tidak ada yang bersedia mencoba idenya, dia akan melakukan eksperimen sendiri dengan anak-anaknya. Tetapi masalahnya cuma satu: Dia masih bujangan dan untuk melakukan eksperimen tersebut, dia jelas-jelas membutuhkan seorang istri. Tidak, Laszlo tidak jelek. Percayalah, dia pasti bisa mendapatkan banyak calon istri bila dia mau. Namun, dia yang dia butuhkan bukanlah sembarang istri, tetapi istri yang memiliki mimpi yang sama dengannya.
Maka dia pun memulai pencariannya melalui surat menyurat. Kala itu, korespendensi antara sesama penduduk negara komunis Eropa Timur adalah hal yang lazim untuk memperluas wawasan.
Dia menulis surat-surat dengan penuh gairah yang menyala-nyala, tetapi gairah tersebut bukanlah gelora cinta yang dibungkus dengan rayuan sehidup semati, melainkan gairah terhadap cita-citanya menghasilkan anak-anak yang unggul dan berprestasi dunia.
Dengan rinci dia mengutarakan teorinya dengan harapan setidaknya ada satu dua wanita yang tertarik.
Jelas tidak semua wanita tergetar dengan gairah yang bisa dianggap salah tempat tersebut. Beberapa mungkin langsung berhenti membalas suratnya.
Tetapi untung saja ada seorang Klara, seorang guru bahasa asing di Ukraina (waktu itu bagian dari Uni Soviet). Membaca surat-surat Laszlo yang penuh semangat, Klara tergelitik.
Tak lama kemudian, bertemulah mereka. Di hadapan Klara, berdiri seorang pria yang gagah dan bersemangat yang segera meluluhkan hati Klara. Sebuah kisah cinta abadi bermula; abadi karena apa yang akan dicapai oleh Laszlo dan Klara akan membuka mata dunia.
Maka pada tanggal 19 April 1967, Laszlo menikahi Klara. Dua tahun kemudian, 19 April 1969, lahirlah putri pertama mereka. Kedua suami istri tersebut mulai berpikir bidang apa yang hendak mereka ajarkan pada anak tersebut.
Tujuan mereka hanya satu: Menunjukkan pada dunia bahwa mereka bisa melatih seorang anak menjadi ahli kelas dunia. Agar eksperimen tersebut tidak diragukan hasilnya, mereka mencari hasil yang benar-benar spektakuler, obyektif, dan sulit digugat. Akhirnya mereka menemukannya bidang yang sesuai untuk melatih putri mereka: Catur!
Catur tak bisa dipungkiri lagi adalah bidang olah raga yang hasilnya bisa diukur secara obyektif.
Tidak seperti olah raga kelompok seperti bola voli atau bola basket, pencapaian pada catur dinilai berdasarkan prestasi perorangan. Catur mengenal sistem pemeringkatan berdasarkan hitungan matematis yang disebut ELO rating, sebuah sistem pemeringkatan yang sangat obyektif yang jarang dimiliki olah raga lain. Catur adalah dunia yang selama ini didominasi oleh kaum pria, sehingga bila ada seorang wanita yang mampu menembus dominasi tersebut, semua orang pasti akan terkejut. Sementara untuk bidang lainnya seperti sastra, atau musik, penilaiannya bersifat subyektif dan orang-orang masih bisa berdebat apakah sebuah pencapaian di bidang seni sudah mencapai taraf dunia atau belum.
Tekanan ekonomi di bawah rejim komunis dan gaji kecil Laszlo sebagai seorang guru juga menjadi salah satu alasan mereka memilih catur. Catur tidak membutuhkan biaya besar. Dan yang tak kalah pentingnya: Kedua suami istri tersebut bukanlah pemain catur profesional.
Meskipun menyukai catur, kemampuan catur Laszlo biasa-biasa saja. Klara? Dia malah tidak bisa bermain catur sama sekali. Dengan semua latar belakang tersebut, bila anak perempuan mereka sukses di bidang catur, orang-orang tidak bisa menganggapnya sebagai bakat bawaan dari orang tua. Bila mereka memilih bidang akademis seperti matematika atau fisika (yang juga didominasi kaum pria), orang lain tetap bisa berargumen bahwa itu adalah bakat turunan (karena Laszlo adalah seorang guru matematika).
Maka, selama beberapa tahun berikutnya, suami istri tersebut rajin mengumpulkan buku-buku catur dan belajar dari sana; dan untuk kemudian mengajarkan ke anak perempuan mereka. Demi menunjukkan betapa seriusnya mereka, anak tersebut hanya disekolahkan di rumah.
Mereka hanya pasang target untuk pendidikan sekolah anaknya: bisa lulus ujian nasional dengan nilai secukupnya. Mayoritas waktu si kecil dihabiskan untuk belajar catur, catur, dan catur. Sebelum usianya yang keempat, si anak sudah terbiasa berlatih catur dengan disiplin beberapa jam setiap harinya.
Pada usianya yang kelima, anak tersebut diikutkan di kompetisi catur lokal. Saking kecilnya, ketika duduk bertanding, dia tidak bisa melihat permukaan meja catur. Lawan-lawan si kecil rata-rata umurnya dua kali dari dia. Tetapi itu tidak membuat si anak berkecil hati. Sebuah pertunjukan spektakuler memukau para penonton dan pengamat. Anak tersebut bukan saja memenangkan kompetisi sepuluh babak tersebut, tetapi dia berhasil mengumpulkan nilai sempurna: 10 dari 10 kali pertandingan. Seorang bakat telah lahir, bukan dari keturunan, tetapi dari hasil latihan!
Tanggal 2 November 1974, anak perempuan kedua lahir; dan menyusul si bungsu, juga seorang anak perempuan, pada tanggal 23 Juli 1976.
Eksperimen diteruskan ke kedua anak gadis tersebut. Saat mereka sudah bisa merangkak, sebagai ganti boneka, kedua anak tersebut diberikan mainan buah catur. Setiap hari mereka sekeluarga berkumpul bersama sambil menyaksikan si sulung berlatih. Begitu mereka sudah siap, si anak tengah dan anak bungsu diajak berlatih bermain catur dengan intensitas yang sama seperti si sulung.
Apa yang terjadi dengan ketiga gadis tersebut? Kita mulai dari si sulung terlebih dahulu: Pada usia 12 tahun, dia menjadi juara dunia wanita untuk kelompok umur 16 tahun. Dua tahun kemudian, dia menjadi pemain catur wanita nomor satu dunia. Di tahun 1991, dia menjadi gelar Grandmaster catur. Dia lalu berhasil menjadi juara dunia wanita selama empat tahun, dan lima kali mengantarkan negaranya meraih medali emas Olimpiade Catur Wanita. Dia juga berhasil menjadi satu-satunya orang dalam sejarah (baik pria mau pun wanita) yang meraih tiga jenis juara dunia sekaligus (catur kilat, catur cepat, dan catur klasik). Sayangnya, pada tahun 1986 dia dilarang bermain di Kejuaraan Dunia Catur Pria, walau pun dia sudah berhasil lolos babak penyisihan.
Sementara si anak tengah di usia lima tahun berhasil menjuarai Kejuaraan Nasional Hungaria KU-11, dan medali emas Kejuaraan Dunia Wanita KU-14 enam tahun kemudian. Dia juga ikut berjasa memenangkan medali emas Olimpiade Catur Wanita untuk Hungaria, bahu membahu dengan saudarinya, dengan mengalahkan regu Rusia yang dianggap sebagai favorit. Pencapaian terbesarnya adalah di sebuah kejuaraan di Roma, di mana dia secara berturut-turut berhasil membantai delapan Grandmaster pria. Seorang pengamat catur berkomentar, “Peluang terjadinya hal yang sama adalah satu milyar berbanding satu.” Bahkan juara dunia pria sulit melakukan hal semacam itu.
Dan bagaimana dengan si bungsu? Tak mau kalah, si bungsu meraih juara dunia catur KU-12 untuk pria dan wanita (pertama kali seorang wanita berhasil melakukannya). Pada usia lima belas tahun empat bulan, si bungsu berhasil menjadi grandmaster catur termuda dalam sejarah, bahkan mengalahkan usia legenda catur seperti Bobby Fischer dan Garry Kasparov ketika meraih gelar serupa. Dia menempati peringkat pertama catur wanita dunia selama lebih dari sepuluh tahun dan selama karirnya berhasil mengalahkan para juara dunia pria seperti Garry Kasparov, Anatoly Karpov, dan Viswanathan Anand. Sejauh ini, dialah pecatur wanita terkuat dalam sejarah umat manusia. Saking dominannya si bungsu di dunia catur wanita, dia lebih suka bermain di turnamen khusus pria karena dia sudah tidak menemui tantangan berarti lagi di turnamen wanita.
Bagi Anda mengikuti perkembangan dunia catur, Anda tentu sudah mengenal mereka. Ya, merekalah Polgar bersaudari. Susan (sulung), Sofia (tengah), dan Judit (bungsu). Mimpi dan kerja keras Laszlo menjadi kenyataan. Dia berhasil membuktikan dengan sukses bahwa juara kelas dunia bisa dihasilkan melalui latihan terencana, dan bukan karena bakat.
Keberhasilan ketiga bersaudari Polgar, yang sering dijuluki Polgaria tersebut, tentunya mampu membuktikan banyak hal. Sama menariknya, di sisi lain, ketidakberhasilan mereka juga bercerita tentang sesuatu. Dari ketiganya, prestasi anak tengah termasuk yang paling biasa (dialah satu-satunya saudari yang tidak berhasil meraih gelar grandmaster), sementara si bungsu paling cemerlang. Penjelasan untuk perbedaan tersebut sungguh sederhana: Sofia memang tidak serajin dua saudarinya walau para analis yang mengikuti perkembangan ketiga ratu catur tersebut setuju Sofia sebenarnya yang paling berbakat.
Sebaliknya, seperti penuturan Susan, Judit bukanlah yang paling berbakat dan memulai paling lambat, tetapi dia adalah pekerja paling keras, Selain itu, ada satu penjelasan lain yang tak kalah pentingnya: Ketika melatih Judit, Laszlo yang sudah melatih ribuan jam juga sudah berhasil menjadi pelatih catur kelas dunia. Teknik-teknik latihannya sudah lebih sempurna sehingga Judit mendapatkan materi latihan yang lebih berkualitas (pentingnya kualitas pelatih akan dibahas kemudian).
Judit sendiri, meski pernah berhasil masuk 8 besar dunia berdasarkan ranking pecatur pria, tidak berhasil menjadi juara dunia pria. Hal itu tidak perlu diherankan karena para pemain catur pria, terutama dari negara-negara bekas Uni Soviet, juga sudah belajar dari kecil, dengan para pelatih kelas dunia (dan beberapa di antaranya bekas juara dunia), dengan dukungan penuh dari pemerintah.
Dengan kata lain, kualitas latihan mereka lebih baik dari yang bisa diberikan seorang Laszlo Polgar. Sebagai wanita, Polgar bersaudari juga sulit menghindar dari hakikat mereka. Setelah mereka menikah dan melahirkan anak, konsentrasi mereka mulai terpecah. Susan dan Sofia malah sudah absen dari dunia catur semenjak berkeluarga. Hanya Judit yang masih terus bermain, namun sempat cuti karena hamil.
***
Apakah semua mimpi Laszlo sudah tercapai? Kelihatannya demikian. Tetapi sebenarnya dia masih menyimpan seonggok bara di dalam dirinya. Sekitar dua puluh tahun lalu, seorang milyuner Belanda, Joop van Oosterom, menghadap Laszlo dengan sebuah tantangan: Bagaimana bila Laszlo mengulangi kembali eksperimennya, namun kali ini dengan mengambil tiga anak laki-laki dari dunia berkembang. Besarkan mereka sebagaimana mereka membesarkan ketiga ratu catur tersebut. Ciptakanlah tiga raja catur baru. Bila dia berhasil, dunia akan semakin yakin.
Laszlo tergelitik, tetapi sayangnya Klara yang biasanya diam, menentang keras. Klara berpendapat hidup tidak hanya melulu tentang catur dan dia mungkin benar. Namun bara tersebut belum padam sama sekali. Sesekali, Laszlo masih tergoda dengan tawaran tersebut…
by
http://itpin.orangenexus.com
0 komentar:
Posting Komentar