Ini bukan pertama kalinya saya sholat di masjid ini. Meski jarang karena memang lokasinya yang jauh, namun setidaknya setiap kali saya bertandang ke rumah mertua di daerah waru Sidoarjo, selalu saya coba sempatkan untuk sholat di masjid ini. Masjid Darussalam namanya
sebuah masjid yang bagi saya masuk kategori masjid dambaan setiap insan beriman (halah). Tak hanya kondisi fisik masjid yang bagus, lengkap dengan lantai marmer, tempat wudhu bagus, parkiran, satpam, ruang sholat nyaman, audio berkelas, bahkan AC sekalipun, namun juga suasana lingkungan dan keagamaan yang hidup di masjid ini. Ada sekolah islam yang jadi satu kompleks dengannya, kondisi masjid yang penuh kegiatan mulai kajian rutin, dan kegiatan keagamaan lainnya.
Yang mengisi pun boleh dibilang orang-orang berkelas, baik khutbah, ceramah, maupun kajian, kebanyakan diisi oleh orang-orang berkelas dengan kapasitas yang lumayan. Boleh dikatakan, meski tak terlalu besar, namun masjid ini adalah masjid yang hidup. Tak seperti masjid-masjid lain yang sering saya temui, OK lah bagus secara fisik, namun diluar sholat, suasana keislamannya kosong. Masjid lebih banyak sepi… bahkan dikunci! Duh!!
Namun tidak dengan masjid yang satu ini. Itulah kenapa saya senang dengan masjid yang satu ini. Nyaman, dan hidup! Meski lokasi di tengah2 pemukiman elite, namun serasa di masjid-masjid kampus dengan dakwahnya yang hidup.
Dan sore tadi sekali lagi, saya semakin dibuat terkagum dengan orang-orang di masjid ini.
Hujan mengguyur deras selepas sholat jumat siang tadi, tak kunjung henti meski sore hampir berganti. Namun syukurlah menjelang maghrib cuaca sudah lumayan reda. Hanya gerimis kecil yang mengiring terbenamnya matahari. Aku pun pergi berangkat ke masjid, sholat maghrib. Seusai sholat maghrib, agaknya hujan yang tadinya gerimis kecil kini mulai mengguyur deras kembali.
Ah, apes benar, saya tak bawa payung maupun jas hujan. Ah, sudahlah aku putuskan saja untuk tetap di masjid saja, menunggu isya’ sekalian, itung-itung sambil tilawah, syukur-syukur jika masjid ada pengajian atau apa.
Aku pun naik ke masjid yang ada di lantai atas. Ternyata suasana ramai, ah aku pikir ada pengajian sebagaimana beberapa masjid di malang yang ada pengajian di sela maghrib-isya’. Ow, ternyata bukan itu.
Justru pemandangan yang membuatku kagum. Di sisi masjid ada sekumpulan orang-orang yang terbagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama orang-orang yang sedang membaca al quran secara bergantian, satu orang membaca yang lain menyimak. Ah yang ini biasa. Namun di kelompok kedua membuat saya terharu sekaligus kagum.
Orang-orang di kelompok dua ini, mereka tidak sedang ngobrol sebagaimana beberapa jamaah masjid lain, mereka juga tidak sedang mengkaji tafsir, belajar hadits, bahasa arab, fiqh maupun kajian keislaman pada umumnya. Mereka belajar sebuah hal sederhana yang men-trigger memoriku semasa kecil dahulu. Ya, kelompok kedua ini sedang belajar membaca Al Quran. Andai mereka yang belajar ini adalah anak-anak usia SD-SMP mungkin saya tak terlalu kagum, wajar karena pemandangan ini sudah biasa. Namun, mereka yang belajar membaca ini adalah bapak-bapak di usianya yang sudah tak lagi bisa dibilang muda.
Tingkatnya pun bermacam-macam, kulihat mereka dari balik jendela, rata-rata masih iqro’ semua. Dengan tongkat kecil penunjuk bacaan dan seorang ustadz yang memandu, layaknya anak-anak TPA, mereka bergantian belajar membaca al quran tersebut. Terpatah-patah memang, persis seorang yang memang sedang belajar al quran.
Alih-alih lucu, saya justru sangat terharu. Orang-orang tua ini begitu semangatnya mereka ingin belajar membaca al quran. Tak peduli usia tak lagi muda, ketika orang-orang lain seusianya malas, malu atau gengsi untuk belajar baca quran, mereka menyingkirkan gengsi itu semua demi mengejar pahala al quran itu sendiri. Subhanallah.
Selama ini saya hanya mendengar cerita tentang bagaimana kakek-kakek di masjid al falah surabaya menenteng iqro jilid 2 ke masjid, tentang bagaimana seorang kakek di blimbing yang mengaji terpatah-patah selama 7 tahun namun tak jua khatham, dlsb. Namun kali ini Allah memberi saya kesempatan langsung menyaksikan orang-orang luar biasa ini, di masjid Darussalam.
Dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa Allah menjanjikan dua pahala bagi mereka yang susah dan tertatih dalam membaca ayat-ayatNya.
“Orang yang membaca Al Quran dan dia pandai membacanya maka (nanti di akhirat akan dikumpulkan) bersama para malaikat yang mulia, sedangkan orang yang membaca Al Quran dan dia terbata-bata karenanya serta kesusahan maka baginya dua pahala “ (Muttafaq alaih)
Ah, Akhirnya Allah memberi saya kesempatan untuk melihat sendiri bagaimana luar biasanya orang-orang tersebut, para pembaca dua pahala.
Ngomong-ngomong saya pun jadi berpikir, bahwa seharusnya malu, sungguh 100% malu, pada mereka-mereka ini, jika ada orang yang bisa lancar membaca quran, namun jarang bahkan tak pernah membacanya sekalipun. naudzubillah.
dari seorang teman
Toni Tegar Sahidi
Wisma Tropodo, Waru Sidoarjo 6 November 2010
Yang mengisi pun boleh dibilang orang-orang berkelas, baik khutbah, ceramah, maupun kajian, kebanyakan diisi oleh orang-orang berkelas dengan kapasitas yang lumayan. Boleh dikatakan, meski tak terlalu besar, namun masjid ini adalah masjid yang hidup. Tak seperti masjid-masjid lain yang sering saya temui, OK lah bagus secara fisik, namun diluar sholat, suasana keislamannya kosong. Masjid lebih banyak sepi… bahkan dikunci! Duh!!
Namun tidak dengan masjid yang satu ini. Itulah kenapa saya senang dengan masjid yang satu ini. Nyaman, dan hidup! Meski lokasi di tengah2 pemukiman elite, namun serasa di masjid-masjid kampus dengan dakwahnya yang hidup.
Dan sore tadi sekali lagi, saya semakin dibuat terkagum dengan orang-orang di masjid ini.
Hujan mengguyur deras selepas sholat jumat siang tadi, tak kunjung henti meski sore hampir berganti. Namun syukurlah menjelang maghrib cuaca sudah lumayan reda. Hanya gerimis kecil yang mengiring terbenamnya matahari. Aku pun pergi berangkat ke masjid, sholat maghrib. Seusai sholat maghrib, agaknya hujan yang tadinya gerimis kecil kini mulai mengguyur deras kembali.
Ah, apes benar, saya tak bawa payung maupun jas hujan. Ah, sudahlah aku putuskan saja untuk tetap di masjid saja, menunggu isya’ sekalian, itung-itung sambil tilawah, syukur-syukur jika masjid ada pengajian atau apa.
Aku pun naik ke masjid yang ada di lantai atas. Ternyata suasana ramai, ah aku pikir ada pengajian sebagaimana beberapa masjid di malang yang ada pengajian di sela maghrib-isya’. Ow, ternyata bukan itu.
Justru pemandangan yang membuatku kagum. Di sisi masjid ada sekumpulan orang-orang yang terbagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama orang-orang yang sedang membaca al quran secara bergantian, satu orang membaca yang lain menyimak. Ah yang ini biasa. Namun di kelompok kedua membuat saya terharu sekaligus kagum.
Orang-orang di kelompok dua ini, mereka tidak sedang ngobrol sebagaimana beberapa jamaah masjid lain, mereka juga tidak sedang mengkaji tafsir, belajar hadits, bahasa arab, fiqh maupun kajian keislaman pada umumnya. Mereka belajar sebuah hal sederhana yang men-trigger memoriku semasa kecil dahulu. Ya, kelompok kedua ini sedang belajar membaca Al Quran. Andai mereka yang belajar ini adalah anak-anak usia SD-SMP mungkin saya tak terlalu kagum, wajar karena pemandangan ini sudah biasa. Namun, mereka yang belajar membaca ini adalah bapak-bapak di usianya yang sudah tak lagi bisa dibilang muda.
Tingkatnya pun bermacam-macam, kulihat mereka dari balik jendela, rata-rata masih iqro’ semua. Dengan tongkat kecil penunjuk bacaan dan seorang ustadz yang memandu, layaknya anak-anak TPA, mereka bergantian belajar membaca al quran tersebut. Terpatah-patah memang, persis seorang yang memang sedang belajar al quran.
Alih-alih lucu, saya justru sangat terharu. Orang-orang tua ini begitu semangatnya mereka ingin belajar membaca al quran. Tak peduli usia tak lagi muda, ketika orang-orang lain seusianya malas, malu atau gengsi untuk belajar baca quran, mereka menyingkirkan gengsi itu semua demi mengejar pahala al quran itu sendiri. Subhanallah.
Selama ini saya hanya mendengar cerita tentang bagaimana kakek-kakek di masjid al falah surabaya menenteng iqro jilid 2 ke masjid, tentang bagaimana seorang kakek di blimbing yang mengaji terpatah-patah selama 7 tahun namun tak jua khatham, dlsb. Namun kali ini Allah memberi saya kesempatan langsung menyaksikan orang-orang luar biasa ini, di masjid Darussalam.
Dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa Allah menjanjikan dua pahala bagi mereka yang susah dan tertatih dalam membaca ayat-ayatNya.
“Orang yang membaca Al Quran dan dia pandai membacanya maka (nanti di akhirat akan dikumpulkan) bersama para malaikat yang mulia, sedangkan orang yang membaca Al Quran dan dia terbata-bata karenanya serta kesusahan maka baginya dua pahala “ (Muttafaq alaih)
Ah, Akhirnya Allah memberi saya kesempatan untuk melihat sendiri bagaimana luar biasanya orang-orang tersebut, para pembaca dua pahala.
Ngomong-ngomong saya pun jadi berpikir, bahwa seharusnya malu, sungguh 100% malu, pada mereka-mereka ini, jika ada orang yang bisa lancar membaca quran, namun jarang bahkan tak pernah membacanya sekalipun. naudzubillah.
dari seorang teman
Toni Tegar Sahidi
Wisma Tropodo, Waru Sidoarjo 6 November 2010
0 komentar:
Posting Komentar