Jumat, 03 Juli 2009

MAKAN HEMAT, NIKMAT, DAN MANFAAT

MAKAN HEMAT, NIKMAT, DAN MANFAAT

Saat itu adalah saat-saat yang sulit untuk kulupakan. Saat perjuangan berat dalam salah satu fase hidupku. Sebuah pengalaman indah yang sangat bermanfaat dalam upaya pendewasaan diriku.

Saat itu aku masih tingkat 1 Spesialisasi Kepabeanan dan Cukai Sekolah Tinggi Akuntannsi Negara. Aku masih kuliah di Jurang Mangu, karena aku baru pindah ke Rawamangun ketika naik ke tingkat II.

Kali ini aku akan bercerita tentang kisah perjuangankku untuk dapat makan.

Alhamdulillah orang tuaku memberikanku jatah uang untuk kuliah dengan metode langsung dikasih banyak, artinya orang tuaku memasukkan uang ke rekeningku dalam jumlah lumayan besar. Lalu aku bertugas untuk mengatur sendiri. Aku tidak dijatah tiap bulan, karena dari kecil aku tidak dibiasakan dijatah perbulan. Karena merasa mendapat kepercayaan dan amanah dari orang tua untuk mengatur keuangan itu, aku jadi takut untuk menghambur-hamburkan uang. Padahal kalau dihitung-hitung uangku lumayan banyak dan bisa hidup dengan lebih layak. Tetapi karena dorongan hati dan rasa hormat pada orang tua, aku memutuskan untuk hidup lebih sderhana.

Kesederhanaanku ini berimbas pada model makanku sehari-hari. Ketika teman-temanku sering belanja barang-barang yang kurang perlu dan makanan ringan yang banyak, aku hanya belanja seperlunya saja. Yang penting cukup untuk mmenuhi kebutuhan pokok dan suplemen. Untuk snack atau makanan ringan aku jarang sekali membelinya. Paling-paling kalau lagi kepingin jajan, aku beli saja gorengan yang setiap malam lewat depan kosku.

Di kondisi kota Jakarta yang terkenal semua serba mahal, ternyata masih ada warung yang menyediakan menu makanan yangn murah. Konsekwensinya ya rasa dan kualitasnya tidak setinggi warung yang mahal. Yang penting perut terisi dan mampu untuk beraktivitas kembali. Satu kali makan aku biasanya hanya menghabiskan uang Rp 2.000 – 2.500. uang segitu cukup untuk makan sengan menu nasi, telur goreng, dan sayur. Kalau hanya pakai tempe bacem 2 buah, harganya jadi 1.800. bahkan aku pernah makan hanya dengan Rp 900,-. Aku juga kaget ketika aku tanya ke bapak pemilik warung berapa semuanya yang kumakan? Bapaknya bilang sembilan ratus rupiah, Dik! Allahu Akbar. Di Jakarta makan dengan Rp 900,-, bagaikan mimpi di siang bolong.

Karena sering makan dengna menu itu-itu saja, lama-kelamaan lidah ini terasa bosan. Makanan jadi hambar, nafsu makan meredup dan sering ada niat dalam hati untuk berganti menu-menu yang lebih mahal. Di depan kosku ada penjual nasi goreng. Satu porsinya seharga Rp 5.000,-. Teman-teman kosku sering sekali membelli nasi goreng itu. Walaupun ada di depan kosku, aku jarang sekali membeli nasi goreng itu. Mungkin bisa dihitung dengan jari. aku membeli nasi goreng karena alasan warung lain sudah habis, pulang kemalaman, atau pengen coba sekali-kali menu baru. Aku rasa harga nasi goreng itu terlalu mahal bagiku karena aku sudah terbiasa makan sederhana.

Suatu saat aku pulang kampung. Biasanya bagi kalangan mahasiswa, pulang kampung itu sebagai ajang penggemukan badan dan perbaikan gizi. Tak usah dijelaskan panjang lebar ya! Karena aku yakin teman-teman juga mengerti apa yang aku maksud.

Ketika mau balik ke Jakarta, aku minta izin ibu untuk membawa rice cooker ibu yang sudah tidak terpakai. Ibu mengizinkan. Rencananya aku mau belajar memasak sendiri untuk makanku sehari-hari.

Kutata kembali kamar kosku. Kuatur penempatan barang-barang yang menghiasi kamar kesayanganku. Rice cooker kuletakkan dengan stop kontak agar mudah nyolokinnya.

Mulai hari itu aku bertekad untuk mulai belajar makan dari hasil karyaku. Aku ingin lebih berhemat lagi. Maklum aku sudah terbebani uang sewa kamar yang lumayan mahal, ditambah biaya listrik perbulannya. Jadi untuk menutupinya aku harus berhemat. Saat itu aku belum berupaya untuk melebarkan sayap untuk mencari usaha sampingan yang dapat menambah pundi-pundi kantong karena aku masih kelas 1 dan belum menguasai medan di sana. Aku mulai bekerja sampingan sebagai guru les ketika kelas 1 semester 2. saat itu aku mengajar bimbel USM STAN. Hasilnya lumayan bisa untuk sedikit menentramkan hati dan menambah uang saku. Aku juga aktif dibeberapa organisasi kemahasiswaan. Alhamdulillah aku dijerumuskan kakak kelasku ke dalam BEM (Badan Eksekutif Mahasisiwa), lumayan aktif di MBM (LDK di kampusku), KMBC dan IMMBC (oerganisasi Bea Cukai punya), IKMP (kumpulan anak2 ponorogo di STAN), dan organisasi lainnya. Menginjak kelas dua, setelah selesai amanah dari BEM, lagi-lagi aku dijerumuskan untuk masuk ke BLM (Badan Legislatif Mahasiswa). Melalui organisasi itulah aku punya banyak teman, tambah pengalaman, dan menambah kedewasaan dan kualitas diriku.

Kembali ke masalah makan ya....

Pada awalnya aku hanya masak nasi dengan rice cookerku. Sedangkan lauk aku beli di warung. Lauknya sederhana saja. Mulai dari tempe bacem kesukaanku dan paling-paling untuk nambah asupan gizi aku beli telor. Harga tempe bacem untuk sekali makan cukup Rp 500,-. Itu sudah dapat 2 buah tempe bacem. Waktu beli aku minta kuahnya dibanyakin. Sampai kamar kos, bungkusan tempe bacem kubuka lalu kutuang ke atas nasi yang sudah kusiapkan diatas piring. Makanan yang kumakan hanya berharga Rp 1000,-. Nasinya aku masak sendiri dengan perkiraan harga Rp 500,- dan tempe bacem juga denngan harga yang sama. Saat itu harga 1 liter beras sekitar Rp 2.800 – Rp 3.500,-. Beras 1 liter itu bisa kubuat makan 6-7 kali makan. Hemat kan!!!

Aku merasa jika terus-terusan pakai tempe, aku akan kekurangan energi untuk menjalankan aktivitasku yang cukup padat. Baik aktivitas kuliah maupun ngurus organisasi. Aku mulai membiasakan untuk makan dengan lauk telor.

Nasi tetap kumasak sendiri, sedangkan sayur dan telor kubeli dari warung. Aku mulai berpikir, kayaknya jika aku terus-terusan beli lauk telor di warung aku menjadi lebih boros. Aku ingin tetap makan pakai telor tapi aku bisa lebih hemat. Akhirnya kuputuskan untuk mencoba menggoreng atau merebus telor sendiri. Hanya sayur saja yang beli dari warungn. Dan sayur seharga Rp 500,- bisa kukgunakan untuk dua kali makan. Harga telor mentah Rp 500,- sedangkan telor yang sudah matang di warung harganya Rp 1000 – Rp 1.500.

Aku mulai belanja untk mencoba masak sendiri. Aku biasanya membeli telor di Harmony Swalayan. Aku langsung membeli 1 kilo. Kubawa pulang dan kusimpan di dalam kulkas ibu kos. Selain itu aku juga membeli kecap manis, saus sambal, sayur sawi, garam, dan royko.

Di kos aku diam-diam mulai sering menggunakan kompor milik ibu kos. Sebagai konsekwensinya aku juga beberapa kali membeli minyak tanah dan minyak goreng untuk bahan memasakku.

Yang paling sering aku menggoreng telor lalu kumakan dengan nasi dan kecap. Itu saja sudah terasa nikmat. Suatu saat saya juga mencoba membeli tempe mentah dari penjual sayur keliling dan aku goreng lalu kumakan sebagai lauk. Eh, ternyata nikmat juga. Sayur sawi juga tak luput dari kekreatifanku. Aku sadar bahwa aku tidak pandai memasak dan tidak bisa membuat bumbu. Aku mulai berspekulasi dan mencoba-coba.

Ini resep asli buatanku, tapi agak aneh juga.

Tempe yang sudah kubeli kuiris kecil-kecil lalu kugoreng. Untuk menghemat, aku pakai minyak goreng sedikit sekali, bahkan tak jarang karena minyak goreng terlalu sedikit, tempeku jadi gosong dan seperti arang.

Setelah tempe agak matang, lalu tempe kuangkat dan kutaruh di piring. Langkah kedua kupotong sayur sawi kecil-kecil lalu kumasukkan ke dalam wayan agar layu. Setelah layu jurus nekatku mulai kulakukan. Kuambil kecap manis kutuang ke dalam wajan. Ukurannya kira-kira saja deh! Lalu saus sambal juga ikut menyusul ke dalam wajan. Aku lalu teringat royko yang kubeli. Kumasukkan royko untuk menambah aroma. Setelah tercampur, sayur sawi yang sudah layu dan tempe yang tadi kugoreng kumasukkan lagi ke dalam wajan. Kuaduk hingga rata dan sedikit mengental. Setelah merasa cukup, kumatikan kompor konvensional itu dan kutuang ke dalam piring. Baunya enak sekali. Perpaduan antara kecap manis, saus sambal ditambah bumbu penyedap royko. Dengan isi sayur sawi dan tempe goreng.

Lalu kubawa ke dalam kamar dan aku makan dengan lahapnya. Satu porsi sayur yang kubuat bisa kupakai makan 2 kali. Harganya sangat murah sekali dan menjadi ajang kreativitas bagiku. Mungkin jika temanku kutawari untk makan hasil kejahilanku tadi, kemungkinan besar mereka menolak. Mungkin karena mereka tidak yakin bahwa aku juga bisa memasak.

Disaat yang lain aku juga sering menggunakan bawang merah dan bawang putih milik ibu kos untuk kucampur dengan adonan telorku, tapi lama-lama hatiku merasa tidak enak. Akhirnya aku beli sendiri bawang merah dan bawang putih itu.

Sayur sawi memang menjadi andalanku untk asupan gizi dari sayur-sayuran. Yang repot adalah ketika sayyur sawiku habis dan aku belum sempat ke swalayan. Aku memikir otak dan akhirnya kutemukan ide baru.

Setiap pulang dari MBM aku melewati jalan kecil yang dipinggirnya tumbuh pohon singkong. Aku mulai berpikir bahwa daun seingkong pun juga bisa untuk sayur dan bisa dimakan. Tentunya daun singkong yang masih muda. Aku mulai bergerilya. Sepulang sholat di MBM aku berjalan melalui jalan biasa dan mencari saat-saat sepi untuk memetik daun singkong yang masih muda. Akhirnya aku berhasil mengantongi segenggam daun singkong. Lumayan banyak juga sih.

Sesampai kos aku berpikir lagi. Wah, kalau tetap seperti ini dan langsung dicampur dengan telor, bisa-bisa aku tidak bisa menelan daun ini karena seratnya kasar sekali. Akhirnya kuputuskan untuk merebus dulu daun itu dengan heater didalam kamarku. Setelah kurebus daun itu tampak lebih layu dan empuk. Kupotong-potong lalu kucampur dengan telor yang sudah kokocok. Tak lupa kutambahkan bawang merah, cabe dan royko. Akhirnya kugoreng adonan itu dan kunikmati bersama nasi yang ditemani saus sambal. Saus sambal yangn paling kusuka dalah samabal ala bangkok. Enak banget. Tapi jangan kebanyakan, bisa-bisa nanti mencret. Karena aku adalah tipe manusia yang sensitif trehadap rasa pedas.

Aku mulai berimajinasi lagi. Adonan daun singkong, bawang, cabe dan royko tadi kuolah dlam pikiranku. Bagaiman caranya agar adonan itu bisa menjadi lebih banyak. didapur aku menemukan kantong plastik berisi tepung punya ibu kos. Aku dapat ide. Aku ambil sedikit tepung itu lalu kumasukkan dalam adonan telor tadi. Hasilnya, perfect. Laukku jadi lebih banyak dan bisa kugunakan untuk 2 kali makan. Ketika belanja ke swalayan aku putuskan untuk membeli tepung juga sebagi penambah adonan lauk kesayanganku.

Seiring berjalannya waktu aku malu jika terus memetik daun singkong di tepi jalan karena banyak orang yang melihat. Suatu saat aku berpetualang di kebun belakang kosku. Disana aku mendapati beberapa pohon singkong yang tumbuh, tapi tinggi-tinggi. Di tanah tergeletak beberapa batang pohon singkong yang habis dipanen. Aku langsung punya ide cemerlang. Kenapa tidak kuambil saja satu batang singkong itu lalu kubersihkan, kupotong pendek-pendek, lalu kutanam di pinggir kolam penampungahn air dibelakang kosku sehingga aku seakan-akan punya kebun singkong sendiri untuk kupetik daun-daun mudanya sebagai lauk makanku.

Akhirnya rencanaku terwujud dan selang satu minggu kemudian tunas-tunas mulai tumbuh di batang pohon singkong yang aku tanam. Aku bersorak. Ide gila itu terwujud juga. Aku tidak perlu jauh-jauh untuk memetik daun singkong. Cukup di belakang kosku saja. Dan itu adalah pohon yang kutanam sendiri.

Hari-hari pun berlalau dan aku masih tetap dengan pola makan hematku. Teman-teman kosku mungkin tidak tahu kegiatan-kegiatan anehku ketika makan. Karena aku sering makan di dalam kamar karena malu jika ketahuan teman-teman. Laukku seadanya, aneh, dan nanti pasti timbul banyak pertanyaan.

Itulah beberapa pengalaman indah yang berkaitan dengan pola makanku yang aneh. Walaupun amanah tugas kuliah maupun organisasi menggunung, aku masih bisa melaksankan semuanya dnegan baik. Untuk masalah akademik, Alhamdulillah aku selalu masuk 3 besar, dan untuk urusan organisasi aku bisa lebih aktif dan lebih dewasa.

Makanan memang memegang pengaruh penting dalam aktivitas kita, tetapi ada hal yang lebih penting lagi, yaitu komitmen, kesungguhan, dan keikhlasan kita dalam menjalani semuanya. Dengan pola makan aneh seperti itu Allah masih memberiku kekuatan untuk berprestasi yang lebih baik.

Sebagai tambahan, dengan pola hematku tadi aku bisa menabung dan berhasil membeli barang-barang yang kuinginkan. Tetapi tujuanku berhemat ini bukan untuk bisa membeli barang-barang itu, tetapi lebih untuk melatih diri dan mencoba merasakan kondisi saudara kita ynag kurang beruntung.

Semoga Allah mengaruniakan jiwa sederhana ini hingga ajal menjemput.

Kepada orang tuaku, aku mohon maaf. Karena sebenarnya kiriman uang untukku jauh lebih dari cukup, bahkan aku bisa menambah uang saku dengan mengajar les. Tetapi aku mencoba menghargai setiap tetesan keringat dan cucuran air mata orang tua saya pada setiap usaha untuk mendapatkan uang itu.

Ternyata mencari uang itu tidak mudah dan butuh pengorbanan.

Ini adalah salah satu hal yang dianggap ”aneh” oleh teman-temanku. Mereka mengatakan aku senang untuk mempersulit diri sendiri. Kebiasaan mempersulit diri sendiri ini masih sering kulakukan sampai sekarang, tetapi dalam bentuk yang berbeda, yaitu aku sering berjalan-jalan keliling ibu kota hanya dengan bekal seadanya. Tanpa dompet, tanpa HP, dan tanpa baranng berharga lain. Intinya aku berusaha survive di tengah kejamnya nuansa ibu kota dan juga untuk lebih bisa merasakan kondisi riil dilapangan yang akan menambah kepedulian kepada sesama dan rasa syukur yang tiada terkira........

Kapan-kapan kuceritakan tentang pengalaman backpacker ini...

Satu lagi, aku punya keinginan ini sudah sejak lama sekali. Aku ingin suatu saat aku berada di suatu tempat, entah itu di dalam bus kota, di terminal, atau di stasiun. Di sana aku menjadi penjual koran atau pengamen. Pekerjaan yang dianggap rendah oleh sebagian besar orang. Padahal pekerjaan itu jauh lebih mulia dari pada hanya meminta-minta dari orang tua. ADA YANG MAU MENEMANI menikmati indahnya pengalaman dan petualangan baru? Kalau ada, hubungi 081335250149.

Let’s action.....

Based on true story

Ketika masih tingkat 1 STAN

Jurang mangu, Juni 2006

Khoms 150609

2 komentar:

e.i.dinazar mengatakan...

subhanallah
seru mas
emg serunya ngekos adalah bagaimana kita punya strategi utk bertahan hidup
hehe ^^

khomsun mengatakan...

Yups, bener sekali.....
nge-kost bisa menjadikan kita lebih kreatif dan belajar menjaga amanah dan kepercayaan orang tua.
saat kita jauh dari mereka

Posting Komentar